Awal mulanya rencana ini terlintas begitu saja ketika saya dan suami sedang chat di whatsapp. Ketika itu ia berkata, sepertinya kita ga cocok bisnis.. kerja aja lah, ya.. Sayapun berpikir, hmm.. benar juga.

Jump to:
There is no such things as work-life balance
Beberapa hari sebelumnya, ketika menonton satu video di Youtube, muncul rekomendasi interview Rachel Cruze tentang work-life balance ini. Penasaran apa yang disampaikan tentang hal ini saya pun langsung klik dan menyimak.
Kesimpulannya, there will be NO work-lfe balance. BUT… there is SEASON.
Meskipun waktu yang kita miliki dibagi dua fifty-fifty antara work dan life, niscaya kita tetap tidak akan merasa balance.
Yang mesti kita ketahui adalah kita tidak akan bisa mem-balance-kan kedua hal itu.
Kita mesti tahu dimana kita saat ini dan hanya kita sendiri yang bisa memutuskan apakah hal terbaik yang kita fokuskan pada saat tertentu.
Contohnya, ketika dianugerahi seorang anak, apa sih yang terbaik untuk saya dan keluarga? Tentunya adalah merawat anak tersebut minimal hingga golden age sebaik mungkin. Sebaik mungkin ini pun tidak sama untuk setiap orang.
Untuk saya, karena saat itu: 1. orang tua dan mertua saya masih bekerja (tidak ada yang bisa membantu), 2. saya sendiri merasa sakit pada awal-awal kehamilan dan tidak kuat kerja, 3. dari sisi keuangan insya Allah cukup menjadi one-income-family, akhirnya kami memutuskan untuk saya berhenti bekerja.
Tahun depan, anak saya yang ketiga sudah sekolah sampai siang dan empat tahun lagi anak saya yang pertama sudah masuk pesantren. Kemudian akan disusul adik-adiknya dalam 6 dan 7 tahun lagi.
So, season ‘ngurus anak’ ini akan segera berakhir dan saya mesti mulai decide dari sekarang apa yang akan saya lakukan ketika saat itu tiba.
Pilihan karir untuk ibu rumah tangga ketika anak-anak sudah besar
Melihat stay-at-home-mom di sekitar saya, ini beberapa pekerjaan yang biasadilakukan ibu rumah tangga ketika anak-anaknya sudah besar:
- Catering. Memasak adalah salah satu kegiatan yang dilakukan ibu rumah tangga setiap hari, meskipun ada yang ga rajin masak seperti saya, hehe.
- Jahit. Ada juga yang hobi jahit menjahit, salah satu hobi yang kadang suka saya lakukan. Menjahit menurut saya membutuhkan waktu fokus yang panjang, sehingga sulit dilakukan ketika anak masih di bawah 5 tahun.
- Buka toko. Ada yang jualan makanan, baju, buka booth sesuatu.
- Guru TK. TK adalah institusi sekolah yang paling banyak dan tidak membutuhkan syarat yang rumit. Waktunya pun lebih singkat.
- Guru tahsin/ngaji. Biasanya ibu-ibu ini sudah belajar mengaji, tahsin, dan tahfiz sebelum punya anak. Ada juga yang baru belajar serius ketika anak-anaknya sudah mulai sekolah.
- Jualan online. Bisa jualan di marketplace atau di whatsapp status saja.
- Palugada. Biasanya jastipan nih.. Mesti banyak channel agar lebih sukses.
- Lebih fokus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Anak-anak sudah besar, rumah semakin rapi, semakin rajin masak, semakin profesional sebagai ibu rumah tangga.
Sudah mendalami hobi
Satu yang membahagiakan ketika menjadi ibu rumah tangga adalah akhirnya punya kesempatan lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang saya impikan, seperti menjahit, menggambar, melukis, hingga tahsin.
Awalnya senang sekali bisa menjalani berbagai kegiatan tersebut dengan lebih leluasa sampai belajar teori. Kecuali tahsin yang saya belum selesaikan.
Sempat berharap bisa menghasilkan tambahan, tapi ternyata ga bisa hahaha dan ini first time saya merasa gagal.
Disini saya baru mengerti mengapa jahit, gambar, dan melukis banyak yang bilang sebagai hobi.
Karena harus dikerjakan dengan hati.
Sulit buat saya ketika mengerjakan itu semua tapi masih dibayang-bayangi deadline. Mungkin itu kenapa dulu saya suka mengerjakan berbagai hal tersebut--yaitu karena saya melakukannya dengan gembira.
Merupakan hal yang tidak bisa saya tinggalkan
Lucunya, ketika saya menjadi ibu rumah tangga dan mendalami hobi, ada satu hal yang tidak saya tinggalkan:
Menulis dan menghitung uang!
Menulis saya tuangkan melalui blog dan kadang mengikuti lomba
Not good at instagram and such
Not good at sharing my daily life
I have to many interest to share in one instagram account
I don’t like short writing, I prefer the longer form of writing
Terlalu fokus kepada apa yang orang lain pikirkan atas apa yang kita posting, bukan benar-benar apa yang kita mau.
Awalnya saya juga buat instagram khusus blog karena ada beberapa job yang menyaratkan akun instagram. Ga menyangka sih ternyata instagram harus termaintain terus. Kalau kita ga posting selama beberapa hari (seperti yang selalu saya lakukan hahaha) bisa dipastikan engagement rate turun drastis.
Yang saya suka dari long form writing ini. Ketika saya menulis, saya bisa menulis langsung banyak hingga beribu-ribu kata. Tidak harus menulis tiap hari dan tidak terbatas akan jumlah kata. Karena kadangkala saya tidak menulis sama sekali selama beberapa hari.
Seperti kerja lagi setelah pensiun
At the end, saya senang sekali bahkan hanya sekedar mendapatkan kesempatan untuk kembali lagi ke dunia akademis.
Pantas saja, saya baru mengerti mengapa teman ibu saya yang usianya sudah 60-an tahun bersikeras tidak mau pensiun, ternyata mereka menikmati pekerjaan ini.
Salah saya juga yang menyangka kalau passion itu hanya ada di dunia kreatif. Ternyata tidak.
Di dunia akademis dan profesi pun bisa ditemukan passion yang sama menggairahkannya seperti passion-passion lain yang lebih seksi.
Mungkin nanti dunia yang saya akan kembali ke dalamnya sudah berbeda, tidak seperti dulu lagi. Tapi tak mengapa, doakan saja saya supaya kuat dan bisa kembali merasakan nikmatnya berkecimpung di dunia akademisi keuangan.
Thanks so much for following along! Have a wonderful day!
Leave a Reply