Selama lebih dari 25 tahun hidup, harus aku akui masa paling berat adalah saat menjadi ibu pertama kali. No guidance, no experience, but so much judgment! Tidak hanya dengan orang yang lebih tua---tetangga, satpam, bahkan orang yang kita baru ketemu di jalan pun merasa berhak berkomentar. HAHA. Tapiii, yang paling annoying menurutku adalah persaingan antar ibu. Bahasa kerennya MOM-WAR.
Jadi, ada (BANYAK) ibu-ibu tertentu yang merasa level keibuannya terangkat (haha apa sih) ketika dia menjatuhkan orang lain. Ada juga yang sekedar sok menasihati (karena sudah SEDIKIT lebih berpengalaman) padahal sebenarnya caranya itu hanya membuat down ibu-ibu baru.
Topiknya banyak. Mulai dari cara lahir ('normal' vs sesar), ASI atau tidak, ibu rumah tangga vs ibu bekerja, imunisasi, daaaaan lain sebagainya. Bakalan stres kalau menghadapi semua itu sendiri dan ga tau gimana cara menghadapinya (that's why I write this post). Hope the article below will at least help someone 😉
Jump to:
1 | I've researched
Kita perlu sok tahu untuk menghadapi orang sok tahu.
Better kalau memang kita memang benar-benar sudah pernah research sebelumnya tentang topik tersebut. Harusnya sih memang seharusnya sudah cari info dulu sebelum melakukan sesuatu ya hehe.
Misalnya, topik tentang imunisasi. Kita mesti sudah pernah baca dari berbagai sumber. Mulai dari yang kontemporer (seperti sosmed semacam instagram/facebook), hingga ke tulisan resmi dari para ahli.
Kalau ada tentang topik tersebut di facebook atau instagram, bisa coba scroll ke kolom komentar. Biasanya banyak tuh pro kontra disitu. Baca baik-baik, tapi jangan pake hati bacanya. Bisa stres sendiri. Ambil manfaatnya aja untuk nantinya kita punya referensi jawaban kalau ada pertanyaan yang sama.
2 | Acknowledge that it is indeed a very subjective subject
Kadang kita mesti agree to disagree. Just go on aja gitu. Jangan sampai merusak persaudaraan lah. Karena ga semua hubungan itu dibangun di atas dasar kesamaan pendapat.
Santai aja sih. Kan kita memang bukan ahlinya. Kecuali kita memang ahli di topik tertentu.
Misalnya, tentang ASI. Kalau kita bukan dokter atau bidan, kita 'cuma' bisa ungkapin pendapat kita dan kasih mereka referensi ke ahlinya. Dan akui memang ada pendapat yang beragam tentang topik itu. Lebih baik lagi kalau kita ada ambil satu dua poin positif dari pendapat yang berseberangan dengan kita itu untuk menunjukkan kita ga fanatik.
3 | I know my child better
Frase di atas bisa kita ungkapkan ke mereka atau bisa sekedar kita katakan kepada diri sendiri.
Karena ga semua topik bisa dipukul rata kepada satu solusi.
Contohnya, tentang screen-time.
Ada loh anak yang ga pernah dikasih tv, ketika di rumah orang ada tv jadi fokus ke tv (sebab ga pernah lihat di rumahnya).
Sebaliknya, ada juga anak yang ga pernah dikasih tv, ketika lihat tv lain jadi terbiasa aja ga merhatiin karena sehari-hari ga pernah lihat.
Sebaliknya LAGI, ada yang sudah dikasih tv, teteup aja ketika lihat tv di tempat lain, masih fokus ke tv.
DAN JUGA, ada yang di rumah dikasih tv, ketika lihat tv biasa aja karena di rumah sendiri sudah ada.
Nah loh, bingung kan mesti gimana?
4 | Semua keluarga punya kondisi yang berbeda
Seperti di nomor sebelumnya---tapi ga cuma kondisi anak, melainkan kondisi keluarga secara keseluruhan juga ga sama.
Oleh karena itu, solusi untuk satu keluarga bisa berbeda jadinya ketika diberi kasus ke keluarga yang lain.
Ini perlu kita pribadi tanamkan minimal ke diri kita sendiri supaya ga judgy ketika melihat keputusan ibu lain yang menurut kita salah atau aneh.
Contohnya, tentang ibu bekerja vs ibu rumah tangga.
Banyak banget consideration dalam memutuskan ini, seperti:
- Apakah keluarga sudah siap hidup dari satu sumber penghasilan?
- Apakah istri/suami punya tanggungan lain, seperti orang tua atau adik, yang tidak cukup dari satu sumber penghasilan?
- Apakah ada pengasuh yang baik ketika kedua orang tua meninggalkan anak di rumah?
- Apakah masyarakat membutuhkan kehadiran ibu sebagai profesional di suatu bidang?
- Dll.
5 | Just take it as a new information
Sometimes, bisa jadi kita yang salah. Atau ga salah juga sih, cuma belum tahu aja.
Makanya dari awal jangan kekeuh banget atas pendapat kita dan berharap orang jadi berpindah pendapat gegara kita. Nanti malu sendiri, hehe.
Contohnya, tentang MPASI. Kalau zaman aku dulu punya bayi, makanan instan (yang dijual di supermarket itu) kesannya jelek dan ga bagus buat bayi. Eh, sekarang ketika punya ponakan, ternyata dari pendapat dokter, makanan instan kemasan itu lebih baik gizinya karena sudah sesuai dengan standar, sedangkan makanan homemade gizinya kurang bisa diterka. Kebalik banget deh, untung ga ngotot.
Thanks so much for following along! Have a wonderful day!
Leave a Reply